Kamis, 16 April 2015

Dunia Usaha Melambat

JAKARTA - Awal 2015 bukan masa yang  menggembirakan bagi kalangan dunia usaha. Hal itu  tecermin dari kinerja berbagai sektor usaha yang  melambat selama tiga bulan pertama tahun ini. Hasil survei kegiatan usaha yang dilakukan  Bank Indonesia (BI) juga
mengindikasikan  kegiatan usaha pada kuartal I  2015 tumbuh melambat daripada kuartal  sebelumnya. Pemerintah harus segera  turun tangan, semisal dengan mempercepat  belanja APBN, sehingga menjadi  stimulus bagi pergerakan sektor riil.  Sejumlah pelaku bisnis yang dihubungi  KORAN SINDO kemarin menyatakan  buruknya kinerja dunia usaha selama  kuartal I 2015 diakibatkan beragam  faktor, antara lain pelemahan daya  beli masyarakat seiring kenaikan harga  bahan bakar minyak (BBM), bahan pokok,  belum pulihnya harga komoditas  serta gejolak nilai tukar rupiah terhadap  dolar Amerika Serikat (AS).  Data Gabungan Industri Kendaraan  Bermotor (Gaikindo) menunjukkan,  selama kuartal I 2015, total penjualan  mobil hanya mencapai 282.569 unit, lebih  rendah dibandingkan periode sama  tahun lalu yang 338.500 unit. ”Turun  kira-kira 15%,” ujar Ketua I Gaikindo  Jongkie D Sugiarto.  Meski begitu, Gaikindo belum akan  merevisi target penjualan tahun ini sebesar  1,2 juta unit. Pasalnya, berdasarkan  analisis para ekonom, dia meyakini  pada kuartal II 2015 pertumbuhan ekonomi  akan lebih tinggi dan kurs rupiah  menguat terhadap dolar. ”Kita harapkan  bisa membaik,” imbuhnya.  Ketua Umum Gabungan Pengusaha  Makanan dan Minuman (Gapmmi)  Adhi S Lukman menuturkan, sektor  makanan dan minuman pada kuartal I  2015 tumbuh 4-5%. Angka ini jauh  melambat dibandingkan kuartal I  2014 yang tumbuh di atas 7%. Selain  faktor eksternal berupa perlambatan  ekonomi dunia, kondisi dalam negeri  seperti menurunnya daya beli juga  menjadi pemicu. Untuk itu, Adhi berharap  pemerintah bisa turun tangan  mendorong peningkatan daya  beli. ”Salah satu yang paling  cepat ya mempercepat realisasi  APBN sehingga belanja pemerintah  meningkat karena swasta  sudah mentok ,” ujarnya.  Dia berharap rencana pemerintah  membangun berbagai infrastruktur  segera direalisasi.  Baginya, proses pembangunan  infrastruktur akan menggerakkan  bisnis sektor lain dan meningkatkan  daya beli.  Lebih lanjut Adhi juga mengusulkan  agar BI memfasilitasi  bunga murah untuk keperluan  ekspor. Menurutnya, jika semua  ekspor diberi kredit atau  pembiayaan dengan bunga murah,  otomatis akan mengurangi  biaya modal di pengusaha dan  akan cepat dampaknya. ”Solusi  lain yang kita harapkan adalah  stabilitas rupiah dengan mendorong  transaksi dengan mata  uang rupiah. Memang sudah diamanatkan  undang-undang,  tapi praktiknya jauh dari harapan,”  paparnya.  Ketua Umum Asosiasi Pengembang  Perumahan dan  Permukiman Seluruh Indonesia  (Apersi) Eddy Ganefo  mengungkapkan, sektor properti  khususnya untuk rumah  kelas atas dengan harga di atas  Rp1 miliar dan rumah kelas bawah  pada kuartal I 2015 mengalami  penurunan penjualan  berkisar 10-15%.  Demi mendorong kembali  penjualan, dia berharap pemerintah  merealisasi janjinya untuk  menurunkan suku bunga  rumah subsidi dari 7,25%  menjadi 5%. Selain itu, spekulasi  bahwa uang muka untuk  KPR bisa 1% juga akan sangat  mendorong masyarakat untuk  mengakses rumah-rumah  murah. ”Kalau kebijakan ini  keluar bulan ini sesuai rencana,  mulai bulan depan saya  yakin penjualan akan naik  lagi,” ungkapnya.  Ketua Umum Asosiasi Pengusaha  Indonesia (Apindo) Hariyadi  Sukamdani menambahkan,  kondisi sekarang ini sektor  usaha cenderung dijadikan sapi  perah karena dibebani dengan  berbagai kebijakan yang disinsentif  bagi bisnis seperti target  penerimaan pajak yang terlalu  tinggi, tarif listrik yang terus  naik, dan sebagainya. Di sisi  lain semua sektor usaha pada  kuartal I 2015 terindikasi menurun  seiring melemahnya  daya beli. ”Harusnya pada situasi  seperti ini pemerintah  memberikan insentif yang banyak  supaya aktivitas ekonomi  menjadi ramai,” ujarnya.  Industri perbankan berharap  pemerintah dapat memperbaiki  kinerja ekonomi dan  mendorong pertumbuhan  sektor riil. Salah satunya dengan  meningkatkan penyerapan  APBN. Ini penting agar  menjadi stimulus perekonomian  nasional di tengah melemahnya  kinerja ekspor....baca lanjut