Selasa, 16 Juni 2015 | 10:39AAA
Jakarta - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko, penurunan impor bahan baku dan barang modal yang cukup tajam dibandingka eskpor memberikan sinyal bahwa jika tidak ada langkah-langkah
antisipasif, industri akan jebol."Ini pada gilirannya akan membuat pertumbuhan ekonomi sulit terdongkrak tahun ini.
Ekonomi hanya akan tumbuh pada kisaran 5 persen," kata Prasetyantoko kepada Investor Daily, Senin (15/6).Di satu sisi, kata dia, surplus neraca perdagangan memberikan harapan bahwa neraca perdagangan sepanjang tahun ini bakal surplus dan tekanan terhadap defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) berkurang. Namun, itu bisa juga dapat mengindikasikan hal lain.“Penurunan impor menunjukkan kinerja industri kita sedang menurun.
Jika tidak diantipasi dengan baik, itu berdampak pada kelesuan dunia usaha yang berlanjut pada ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja. Relaksasi kebijakan moneter dan fiskal adalah langkah yang diperlukan saat ini untuk mengatasi hal itu,” kataMenurut Prasetyantoko, pelonggaran kebijakan fiskal pemerintah dan pelonggaran kebijakan makroprudensial Bank Indonesia (BI) melalui revisi ketentuan giwo wajib minimum-loan to deposit ratio (GWM-LDR), ketentuan loan to value (LTV) untuk kredit kepemilikan rumah (KPR), serta ketentuan pembayaran uang muka (down payment) untuk kredit kendaraan bermotor (KKB) masih sangat diperlukan dan harus diteruskan.“Penurunan kinerja ekonomi nasional saat ini adalah siklus dari perekonomian global yang memang sedang lesu.
Penguatan ekonomi domestik, melalui beragam kebijakan pemerintah dan BI menjadi penentu arah ekonomi kita ke depan,” ujar dia.Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mencatat untuk kelima kalinya secara berturut-turut, neraca perdagangan tahun ini kembali mencatatkan surplus. Mei lalu, surplus mencapai US$ 950 juta, sehingga surplus neraca perdagangan secara kumulatif Januari-Mei 2015 tembus US$ 3,75 miliar. Meski demikian, pemerintah diingatkan untuk segera berbenah.
Sebab, selain dipicu penurunan impor yang lebih tajam dibanding penurunan ekspor, surplus terjadi di tengah anjloknya impor bahan baku dan barang modal. Kondisi itu dapat menyebabkan pelemahan kondisi industri nasional dan menurunnya konsumsi domestik hingga beberapa waktu ke depan.
Yosi Winosa/Tri Murti/WBP
...http://googleweblight.com/?lite_url=http://www.beritasatu.com/ekonomi/282926-penurunan-impor-lebih-tajam-dari-ekspor-ekonom-ini-sinyal-industri-akan-jebol.html&ei=8OCP5GCL&lc=id-ID&s=1&m=431&ts=1434446237&sig=AG8UculslkBIzXyf6zWtFn2Rl8Xqhy37NQ