JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA). Dengan penolakan ini, SDA berbeda nasib dengan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan (BG) yang gugatannya dikabulkan. Dua putusan yang saling bertolak belakang itu kini
memunculkan polemik di kalangan pakar hukum.Pakar hukum pidana Andi Hamzah mengatakan, ketokan palu hakim tunggal Tatik Hadiyanti yang menolak gugatan praperadilan dinilai sudah sesuai ketentuan.
Putusan hakim Tatik itu bisa menganulir putusan sebelumnya yang dilakukan hakim Sarpin Rizaldi dalam perkara Budi Gunawan.Dalam kasus yang sama, dua hakim memutus berbeda. "Yang pertama (putusan Budi Gunawan) harus dibatalkan dan Mahkamah Agung (MA) harus turun tangan untuk memberikan kepastian hukum," kata Andi kepadaGresnews.com, Rabu (8/4).
Andi berpandangan, putusan hakim Tatik yang menolak gugatan praperadilan SDA sudah sesuai dengan ketentuan terkait obyek praperadilan. Bahwa obyek praperadilan adalah untuk memeriksa sah tidaknya penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan bukan penetapan tersangka.Putusan hakim Tatik ini, diharapkan Andi, akan diikuti dengan perkara praperadilan lain yang saat ini masih berproses seperti praperadilan Sutan Bhatoegana, Suroso Atmomartoyo dan Hadi Purnomo.
Namun pendapat berbeda disampaikan pakar hukum pidana Mudzakkir.
Mudzakkir yang dihadirkan sebagai ahli oleh kubu SDA mengatakan tidak mengerti alasan hakim Tatik yang menolak gugatan SDA seluruhnya. Dia menilai cara berpikir hakim tidak komprehensif."Pertimbangan hakim bisa sesat pikir jika hanya berpatokan pada Pasal 77 KUHAP," kata Mudzakkir kepada Gresnews.com.Sejatinya hakim juga membaca Pasal 82 Ayat (3) tentang sah tidaknya penyitaan serta Pasal 95 Ayat (1) tentang Tindakan Lain. Hakim harus memeriksa tindakan lain itu terkait penetapan tersangka yang tidak sesuai UU.Selain itu hakim mestinya memperluas interpretasinya atas Pasal 77 KUHAP sesuai dengan perkembangan hukum di masyarakat.
"Hakim terlalu legalistik dan mengabaikan perkembangan hukum," kata Muzdakkir.Sementara itu pakar hukum pidana lain Yahya Harahap menilai dua putusan pengadilan berbeda dengan kasus yang sama merupakan kewenangan hakim.
"Tidak serta merta dalam kasus yang sama hakim harus memutus sama. Meskipun obyek praperadilan sama namun variabel di dalamnya berbeda satu perkara dengan perkara lain," kata Yahya.Kuasa hukum KPK Nur Chusniah menyambut baik putusan atas SDA. Nur berharap putusan hakim Tatik akan diikuti oleh hakim lain dalam memutus praperadilan lain.
"(Putusan hakim) itu yang benar, penetapan tersangka bukan ranah praperadilan," kata Nur usai sidang.Diketahui dalam praperadilan SDA, hakim tunggal Tatik Hadiyanti menolak seluruh permohonan praperadilannya.
Berbeda dengan hakim Sarpin Rizaldi saat memutus perkara Komjen Budi Gunawan. Dalam pertimbangan hukumnya, Tatik tegas menyatakan bahwa sah tidaknya penyidikan dan penetapan tersangka bukan materi praperadilan."Bahwa dapat disimpulkan, rumusan Pasal 1 angka 10 KUHAP juncto Pasal 77 KUHAP juncto Pasal 82 Ayat (1) huruf b sifatnya limitatatif, sudah sangat jelas dan lugas tentang apa saja yang bisa diajukan ke lembaga praperadilan," kata Tatik.Dengan demikian, lanjutnya, di luar hal-hal limitasi ketentuan praperadilan maka bukan materi praperadilan. ...baca lanjut